Monday, March 04, 2013

Review Harry Potter and the Chamber of Secrets


Tidak terasa bulan Februari akan berakhir! Saya baru saja menyelesaikan buku ini tanggal 27 sore, baru mulai membaca tanggal 24 siang. Kenapa saya baru baca tanggal 24? Tentu saja ada alasannya. Buku-buku Harry Potter semua berada di tangan kakak saya yang tinggal di Semarang. Sebenarnya sih dari saat Tahun Baru Imlek kemarin saya sudah pesan untuk dibawakan bukunya, tapi karena kakak saya yang baru pindah kos-kosan belum bongkar-bongkar dus, jadilah Harry Potter pesanan saya tidak terbawa.


Saya mencari ebook Harry Potter dan Kamar Rahasia di seluruh pelosok halaman om google tapi tidak bisa menemukan yang halamannya lengkap sampai akhir. Saya putus asa dan mencoba membaca buku lain. Tapi memang dasar mood ya, kalau niatnya baca Harry Potter, dipaksakan baca buku lain jadi percuma, akhirnya saya malah main game sepanjang minggu sampai saya mendengar kabar kakak saya akan datang lagi sebelum bulan Februari berakhir. Yeeey...

Tapi saya tidak beruntung. Pada kesempatan kedua ini, kakak saya beralasan “Lupa”. Waow! Saya sampai tak sanggup berkata-kata saking syoknya. Kakak saya datang tanggal 23 sore sampai di Tegal, saya kelabakan tapi tidak mau menunjukkan pada siapa pun—apa yang membuat wajah saya seperti orang kebingungan selama sisa hari itu. Dan akhirnya saya memutuskan untuk nekat membaca ebook berbahasa Inggrisnya, yang saya siasati dengan membaca ebook berbahasa Indonesia sampai pada halaman tertentu dalam ebook yang tidak lengkap, dilanjut dengan membaca ebook berbahasa Inggrisnya sampai tamat. Repot ya? Memang. Hahaha... #demichallengeHotterPotter

Oke, pendahuluannya sudah kepanjangan, saya mulai reviewnya. Pendahuluan di atas akan menjelaskan mengapa kutipannya nanti ada yang bahasa Indonesia dan ada yang bahasa Inggris. :D

*****

Dalam buku ke2 ini, Rowling kembali mengantarkan pembaca pada misteri-misteri yang diungkap perlahan-lahan. Meski seharusnya pembaca tidak terkejut lagi mendapati dunia sihir ciptaannya, tetap saja Rowling memberikan beberapa hal baru yang tetap membuat pembaca penasaran. Sebut saja Dobby, makhluk yang menyebut dirinya sebagai peri rumah tiba-tiba muncul di kamar Harry. Kemunculan Dobby membuat Harry diberi surat peringatan penggunaan sihir di bawah umur, serta dikurung di kamarnya oleh keluarga Dursley. Keseruan lainnya adalah kemunculan Ron dan kedua kakak kembarnya, Fred dan George, secara tiba-tiba di depan jendela kamar Harry yang berada di lantai 2. Mereka datang menggunakan mobil Ford Anglia terbang milik ayah mereka untuk menjemput Harry. Menanggung risiko menelan omelan Mrs. Weasley demi menyelamatkan Harry dari keluarga Dursley.

Untuk pertama kalinya Rowling memberi gambaran tentang rumah keluarga penyihir, yaitu The Burrow, rumah keluarga Weasley. Cukup menarik bagi saya Harry melihat piring-piring yang mencuci sendiri, ikut dalam pembersihan kebun dari jembalang, lalu bermain Quidditch, salah satu kegiatan yang dirindukan Harry. Tapi tidak semua kegiatan di The Burrow menyenangkan bagi Harry. Ketika tiba waktu untuk membeli buku-buku yang dibutuhkan untuk tahun ke2nya, Harry kebingungan dihadapkan dengan vas berisi bubuk berkilau yang bernama bubuk Floo. Bubuk untuk bepergian lewat perapian para penyihir. Harry jelas tidak menikmati perjalanan yang mebuat dirinya pusing dan memar, berlumur angus dan kacamatanya pecah. Belum lagi Harry tersesat di perapian yang salah, bukannya sampai di salah satu toko di Diagon Alley, Harry tiba di toko sihir besar bernama Borgin and Burkes, salah satu toko di Knockturn Alley—tempat yang tampak seperti sarang penyihir hitam. Beruntung Harry ditemukan Hagrid.

*****
Di bagian ini saya menemukan detail yang sempat dikacaukan oleh film adaptasinya. Di film adaptasi, yang membetulkan kacamata Harry yang pecah adalah Hermione, sedangkan di buku adalah Mr. Weasley dengan mantra yang tidak diucapkan. Tentu saja hal ini membuat filmnya menjadi cacat. Penyihir di bawah umur tidak boleh menyihir di luar Hogwarts, tapi di film, Hermione menggunakan sihirnya di luar Hogwarts. #oke,seharusnyanggakperlubahasfilmjuga #tapikesel :P
*****

Rowling kemudian memperkenalkan pembaca pada pohon Dedalu Perkasa, yang akan lebih tersorot di buku ke3 nanti. Melalui petualangan Harry bersama Ron yang menerbangkan mobil ke Hogwarts karena tidak bisa melewati palang rintang menuju peron 9 ¾. Hal ini membuat mereka terancam dikeluarkan dari sekolah, terkena detensi, tongkat Ron patah dan Mrs. Weasley yang memarahi Ron melalui Howler. Jangan tanya apa itu Howler, untuk yang satu ini, saya bersyukur keluarga saya murni Muggle. XD

Rowling menyelipkan dialog lucu yang sangat saya sukai di tengah ketegangan yang sedang berlangsung.

“Eh...,” Harry bergumam kepada Ron. “Ada kursi kosong di meja guru... Di mana Snape?”

...

“Mungkin dia sakit!” kata Ron penuh harap.

“Mungkin dia keluar,” kata Harry, “karena tidak terpilih mengajar Pertahanan terhadap Ilmu Hitam lagi”

“Atau siapa tahu dia dikeluarkan!” kata Ron penuh semangat. “Maksudku, semua anak benci padanya...”

“Atau mungkin,” kata suara sangat dingin tepat di belakang mereka, “dia sedang menunggu alasan kenapa kalian berdua tidak datang naik kereta api sekolah.”

Harry berputar. Di depannya, dengan jubah hitam beriak ditiup angin sepoi, berdiri Severus Snape. ...

#ngebayanginmukamerekaberduajadipucet XD

Di tahun ke2nya, sikap Harry tidak sekalem tahun sebelumnya. Rowling menggambarkan perasaan Harry terhadap tokoh-tokoh pendukung yang baru muncul di buku ini dengan sangat baik. Saya ikut merasa kasihan namun sebal sekaligus bingung, menghadapi Dobby yang selalu membenturkan kepala pada benda keras terdekatnya tiap kali akan menyampaikan sebuah rahasia. Kesal pada Colin Crevey yang seperti punya kemampuan membaui Harry di mana pun Harry berada. Marah pada Ernie Macmillan dan anak-anak Huflepuff lain yang menuduh Harry sebagai penyebab kejadian-kejadian mengerikan di Hogwarts. Meski perasaan saya terhadap mereka agak sedikit berubah saat ini, sekarang saya merasa Dobby dan Colin itu lucu dan menggemaskan. Hahaha... Aneh memang, saya juga nggak tahu kenapa bisa begitu. Gilderoy Lockhart membuat saya jijik melihat segala tingkah lakunya sejak pertama membaca ataupun sekarang, setelah untuk ke2 kalinya saya membaca buku ini. Ketika memori Lockhart hilang, saya rasa dia pantas mendapatkannya.

Tokoh-tokoh lain yang sudah pernah muncul di buku pertama juga menjadi lebih kompleks di buku ini. Serangan-serangan yang datang dari entah siapa atau apa, tanpa guru-guru dapat memastikan, membuat McGonagall tidak lagi tampak segalak dan setegas di buku pertama. Rowling berhasil mengupas sedikit sisi lain dari McGonagall, satu-satunya guru yang tampak paling cemas menghadapi kejadian buruk yang mengancam sekolah Hogwarts ditutup.

Kemudian Hermione yang menjadi agak misterius, tapi tentu saja, itu semua dibuat untuk mendukung misteri Kamar Rahasia supaya tidak terungkap sebelum waktunya. Tidak seperti di tahun pertama ketika Harry dan Ron ikut mencari misteri tentang Nicolas Flamel bersama Hermione, di tahun ini Hermione menyelidiki sendiri monster apa yang ada di dalam Kamar Rahasia, hebatnya, Hermione berhasil. Tapi keberhasilannya tidak bisa langsung disampaikan pada kedua sahabatnya karena giliran dialah yang diserang. Saya rasa kemisteriusan Hermione ini disebabkan karena  dia punya firasat kuat akan diserang cepat atau lambat, dan tidak mau menanggung risiko apabila Harry dan Ron juga ikut diserang karena dirinya yang keturunan Muggle.

Di buku ini Rowling mulai menunjukkan tanda-tanda Ron peduli pada Hermione ketika Malfoy menyebut Hermione sebagai Darah-Lumpur. Ron juga sudah terlihat cemburu tidak senang ketika Hermione menyukai lelaki lain, walau dengan pandainya Rowling membuat seolah-olah yang tidak disukai Ron adalah kenyataan bahwa lelaki itu adalah Profesor Lockhart yang tidak berguna. Ron terlihat selalu ingin melindungi Hermione meskipun Hermione tidak sedang berada di sisinya.

“I’m quite surprised the Mudbloods haven’t all packed their bags by now,” Malfoy went on. “Bet you five Galleons the next one dies. Pity it wasn’t Granger —“

The bell rang at the moment, which was lucky; at Malfoy’s last words, Ron had leapt off his stool, and in the scramble to collect bags and books, his attempts to reach Malfoy went unnoticed.

“Let me at him,” Ron growled as Harry and Dean hung onto his arms. “I don’t care, I don’t need my wand, I’m going to kill him with my bare hands —“

Omong-omong, Rowling membuat Harry, Ron dan Hermione lebih dekat dengan kematian di buku ini. Maksud saya, dengan para hantu. Hahaha... Sebut saja pesta ulang tahun Sir Nicholas yang suram dan dingin, juga Myrtle Merana, hantu toilet perempuan yang ternyata berhubungan erat dengan penghuni Kamar Rahasia.

Murid-murid keturunan Muggle yang diserang jadi membatu, Basilisk ini nampaknya bersaudara sama Medusa. Hahaha.. Diceritakan ramuan yang dibuat dari tanaman Mandrake-lah yang mengembalikan mereka seperti sedia kala, tapi yang membuat saya bingung adalah Sir Nicholas yang juga terkena serangan dan menjadi hangus itu bisa kembali seperti sedia kala. Apakah mungkin Sir Nicholas juga diberi ramuan tersebut, sedangkan makanan para hantu saja segala macam makanan busuk penuh belatung yang tidak mungkin dimakan oleh manusia yang masih hidup?

Keheranan saya yang lain mengenai Dobby yang bisa ber-Apparate di Hogwarts. Meskipun tidak disebutkan Dobby ber-Apparate, tapi ciri-ciri yang digambarkan persis seperti penyihir yang ber-Apparate. Saya menyadari hal ini karena bulan Januari kemarin saya sempat membaca buku ke5 yang terdapat banyak bagian penyihir ber-Apparate beserta ciri-ciri penyihir ber-Apparate. Ditambah sedikit bagian buku Harry Potter ke6, di mana ada bahasan tentang Hogwarts yang dilindungi dengan sihir untuk menghalangi Apparition dan dikatakan siapa pun tidak  bisa ber-Apparate di mana pun di dalam bangunan maupun di halaman Hogwarts. Hmmm... Akhirnya Rowling terbukti manusia biasa, bisa melakukan kesalahan juga. XD Etapi bisa saja buat para peri rumah pengecualian, karena yang dimiliki peri rumah bukan kekuatan sihir melainkan kekuatan gaib. #mikirserius #pusing #seterahRowlingajadeh

Setelah jantung saya seperti habis dibawa lari maraton karena menyaksikan Harry yang hampir mati di dalam Kamar Rahasia, Rowling menghadirkan dialog yang membuat semua ketegangan saya lenyap seketika.

Myrtle goggled at them.

“You’re alive,” she said blankly to Harry.

“There’s no need to sound so disappointed,” he said grimly, wiping flecks of blood and slime off his glasses.

“Oh, well... I’d just been thinking... if you had died, you’d have been welcome to share my toilet,” said Myrtle, blushing silver.

Blushing silver? Jiakakaka... XD Keren banget si Rowling ini, ah.

Rowling punya cara sendiri untuk memberi pembaca ketegangan lain setelahnya, sekaligus menyegarkan cerita awal di mana Harry dan Ron terancam dikeluarkan dari sekolah.

“I seem to remember telling you both that I would have to expel you if you broke any more school rules,” said Dumbledore.

Ron opened his mouth in horror.

“Which goes to show that the best of us must sometimes eat our words,” Dumbledore went on, smiling. “You will both receive Special Awards for Services to the School and — let me see — yes, I think two hundred points apiece for Gryffindor.”

Ron went as brightly pink as Lockhart’s valentine flowers and closed his mouth again.

XD Mau dong punya kepala sekolah Dumbledore. Keren banget.

Harry tidak senang mengetahui dia adalah sesama Parselmouth seperti Voldemort yang merupakan keturunan Slytherin. Dia ingin membantah kemiripannya, tapi merasa tersiksa dengan pernyataan Topi Seleksi yang memberitahu dirinya akan jadi penyihir hebat di asrama Slytherin. Tapi Dumbledore meluruskannya dengan menunjukkan pada Harry pedang yang keluar dari Topi Seleksi dan digunakan Harry untuk membunuh Basilisk adalah pedang milik Godric Gryffindor.

“Which makes you very different from Tom Riddle. It is our choices, Harry, that show what we truly are, far more than our abilities.”

Kata-kata ini merupakan bukti untuk apa yang sempat saya tulis di review Harry Potter dan Batu Bertuah. Bahwa pembagian asrama tidak ditentukan oleh Topi Seleksi, melainkan keinginan dari masing-masing individu.

Sebenarnya saya selalu kebingungan membuat review Harry Potter. Banyak sekali yang ingin saya ungkap, tapi nantinya bisa jadi ringkasan cerita saking banyaknya spoiler (nampaknya 2 review saya sudah seperti ini :D). Memang paling susah mereview buku favorit, jadinya nggak bisa objektif. Hahaha... Kali ini sekian dulu deh. Sudah panjang, sudah mepet deadline juga. #berdoasupayakoneksiinternetnyalancar :D

No comments:

Post a Comment