Thursday, January 31, 2013

Review Harry Potter dan Batu Bertuah



Tidak banyak yang bisa diceritakan dalam review ini. Mungkin karena saya membaca ebookyang saya duga tidak selengkap buku aslinyaatau bisa saja memang otak saya bebal, sehingga kesan baca buku ini untuk ke dua kalinya tidak terlalu jauh berbeda dengan saat pertama kali membacanya. Tidak banyak, sampai saya akhirnya mulai men-download dan membaca semua serinya dan tiba pada seri kelimasatu-satunya hasil download-an yang tamatmendapati saya begitu merinding dan merasa bersalah karena telah lupa pada cerita versi buku akibat otak saya telah dipengaruhi versi film yang sudah saya tonton berkali-kali. Saya merasa sedih karenanya dan saya berusaha membuat review ini dengan mata yang lebih terbuka, karena saya percaya ada keistimewaan yang bisa membuat saya selalu terbius dengan Harry Potteryang sampai kemarin tidak dapat saya ungkapkan, entah kenapa.


Menurut saya, kurang tepat me-review satu per satu buku Harry Potter, karena buku-bukunya merupakan sebuah kesatuan yang sulit dipisahkan. Tanpa seri selanjutnya, Harry Potter dan Batu Bertuah tampak agak biasa bila yang membaca bukanlah fanatik Rowling sejak dulu, karena cerita-ceritanya merupakan perkembangan usia dari tahun ke tahun Harry Potter berada di Hogwarts. Buku pertama tentu saja tidak terlalu “Wah” dibandingkan dengan seri-seri akhiryang saya anggap mulai dari seri keempat ceritanya sudah berkembang cukup jauh menuju ke kedewasaan Harry. Tapi dikarenakan saya mengikuti Hotter Potter Challenge yang mengadakan event baca bareng dan review buku Harry Potter dari jilid 1-7, satu di tiap bulannya, saya mencoba mengungkapkan review ini sebaik mungkin. Walau mungkin belum terlalu baik, karena saya mempunyai kecenderungan sebagai penggemar fanatik Rowling, jadi tentu saja pendapat saya sangat subjektif.

Pembukaan yang dibuat Rowling untuk memperkenalkan dunia sihir miliknya pada kitapara pembaca—dirasa cukup tepat sasaran. Dimulai dari Mr. dan Mrs. Dursley yang mempunyai kehidupan normal, senormal yang ingin mereka jalankan bersama anak laki-laki mereka yang besar-gemuk bernama Dudley. Pembaca digiring untuk menyaksikan keanehan-keanehan yang dilihat Mr. Dursley pada suatu hari. Kucing membaca peta, orang-orang berpakaian aneh yang memanggil dia dengan sebutan Muggle, burung hantu dan bintang jatuh di seluruh Inggris, serta yang paling membuatnya resah, bisik-bisik tentang keluarga Potter dan anak merekaHarry.

Memang, pembaca tidak dibiarkan terlalu lama penasaran tentang siapa dan apa hubungannya keluarga Potter dan keluarga Dursley, juga mengapa bisik-bisik mengenai keluarga Potter membuat Mr. Dursley sangat resah. Tapi tetap ada misteri-misteri yang berhasil Rowling ciptakan. Membuat buku Harry Potter melekat di tangan tanpa sayasebagai pembacaingin melepaskannya sebelum mencapai halaman terakhir. Betapa bodohnya saya baru menyadari hal ini.

Pembaca akan dibuat penasaran pada hal lain. Tentang “Kau-tahu-siapa”yang sesungguhnya tidak mungkin pembaca tahu bila dalam sebuah percakapan, seseorang di antaranya akan menyebut “Kau-tahu-siapa” dengan sebutan Voldemortyang bila nama aslinya disebutkan akan membuat lawan bicaranya berjengitsekali lagi masih tak tahu kenapa sampai tiba waktunya.

Harry Potter, keponakan Mr. dan Mrs. Dursley, anak yang ditinggalkan di depan pintu rumah keluarga Dursley sewaktu masih bayi. Tumbuh tanpa tahu asal-usul yang sebenarnya dan diperlakukan buruk oleh keluarga Dursley. Melalui mata Harry, pembaca akan diberi kejutan-kejutan kecil. Banyak kejadian aneh menimpa Harry pada saat dia belum menyadari kekuatan sihir yang dimilikinya. Misal pada saat rambutnya yang sudah dipotong sampai nyaris gundul, tumbuh sendiri keesokan harinya seperti tidak pernah dipotong sama sekali. Atau sweter yang mengecil sendiri ketika Harry dipaksa memakainya, merasa bisa berbicara dengan ular, menghilangkan kaca di kebun binatang. Adakah yang bisa lebih aneh dari semua itu?

Tentu saja semua peristiwa itu bisa sedikit tercerahkan jika saja Bibi Petunia dan Paman Vernon tidak berusaha menyembunyikan kondisi Harry yang sebenarnya. Bahwa Harry adalah seorang penyihir, seperti ayah dan ibunya. Dan dia telah didaftarkan masuk Sekolah Sihir Hogwarts oleh orang tuanya. Bahwa dirinya terkenal, orang tuanya juga dikenal sebagai penyihir hebat. Semua kenyataan yang hampir saja tak bisa diterima akal Harry saking kagetnya. Tapi setelah cerita-cerita tentang dunia sihir mulai bisa diterima dan dipercayainya, Harry menjadi mata bagi pembaca untuk mengenal dunia sihir. Pembaca juga akan dibuat penasaran melalui Harry yang juga tidak tahu banyak tentang dunia sihir. Di sinilah keberhasilan Rowling membuat dunia sihir terasa lebih nyata. Karena semua hal tidak lantas didiktekan dan dijejalkan begitu saja kepada pembaca, namun melalui narasi yang begitu alami, seakan pembacalah yang bertanya-tanya tentang sihir itu sendiri, bukannya Harry. Setidaknya itulah menurut saya. #nyengirlebar

Pertemuan Harry dan Ron pun diatur Rowling dengan sangat baik. Mereka berdua tampak sama-sama tertarik satu sama lain, membuat perbincangan terjadi dua arah. Harry yang untuk pertama kalinya memiliki teman tentu saja merasa sangat senang. Dan saya terkikik mengetahui reaksi sangat terkejut Ron saat mengetahui foto di dunia Muggle tidak bergerak. Hahaha.. Kelak Ron akan menjadi teman terpenting dan terbaik Harry, bahkan mungkin sudah, dimulai dari saat Draco Malfoy yang tertarik pada ketenaran meminta Harry untuk memilih teman seperti dirinya.

“Kau akan segera tahu beberapa keluarga penyihir jauh lebih baik daripada yang lain, Potter. Jangan sampai berteman dengan orang yang salah. Aku bisa membantumu dalam hal ini.”

Dia mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Harry, tetapi Harry tidak menyambutnya. “Kurasa aku bisa menentukan sendiri mana orang yang salah, terima kasih,” katanya dingin.

Harry memilih Ron dan walaupun tidak dijelaskan perasaan Ron saat itu, jika saya menjadi Ron yang mempunyai sifat kurang percaya diri, saya akan merasa tersanjung mendengar perkataan Harry dan rela menjadi teman terbaiknya mulai saat itu juga. Tapi hal tersebut secara otomatis juga membuat Malfoy akan selalu menjadi musuh Harry di sekolah.

Pada tahun pertama, masing-masing siswa akan dipilih untuk masuk salah satu dari empat asrama: Slytherin, Gryffindor, Ravenclaw atau Hufflepuff. Sebutannya sih memang dipilih, dan yang memilih adalah sebuah topi lusuh yang bisa bicara dan bernyanyi, tapi sebenarnya topi lusuh yang disebut sebagai topi seleksi tersebut memilihkan asrama untuk murid tahun pertama sesuai dengan keinginan terdalam murid-muridnya. Dibuktikan dengan kutipan-kutipan ini:

Malfoy
“... Sudah tahu kau akan di asrama mana?”

“Tidak,” jawab Harry, yang makin lama merasa semakin bodoh.

“Yah, memang tak ada yang tahu sampai mereka tiba di sana, kan, tapi aku tahu aku akan masuk ke Slytherin, semua keluarga kami di sanabayangkan kalau sampai di Hufflepuff. Kurasa aku akan pindah, iya, kan?”

Hermione dan Ron
“... Apakah kalian tahu kalian akan masuk asrama mana? Aku sudah mencari informasi dan aku berharap aku masuk Gryffindor. Kedengarannya itu yang paling baik. Kudengar Dumbledore sendiri juga dulu di sana. Tetapi kurasa Ravenclaw juga tidak terlalu buruk. ...”

 “Di rumah asrama mana pun aku nanti, kuharap tidak serumah dengan dia,” kata Ron. ...
Di asrama mana kakak-kakakmu?” tanya Harry.

“Gryffindor,” kata Ron. Kemuraman menyelimuti wajahnya lagi. “Mum dan Dad juga di situ. Aku tak tahu apa yang akan dikatakan mereka kalau aku tidak bisa masuk situ. Kurasa Ravenclaw tidak terlalu buruk, tetapi bayangkan kalau mereka menempatkan aku di Slytherin.”

Harry
“Hmmm,” terdengar suara kecil di telinganya. “Sulit. Sangat sulit. Keberanian besar, rupanya. Otak juga encer. Ada bakat, o, astaga, yadan kehausan untuk membuktikan diri, ah, itu menarik... Jadi sebaiknya di mana kau kutempatkan?” Harry mencengkeram tepi bangku dan membatin, Jangan Slytherin, jangan Slytherin.

“Jangan Slytherin, eh?” kata suara kecil itu. “Kau yakin?kau bisa jadi penyihir hebat lhi, semuanya ada di kepalamu, dan Slytherin diragukan bisa membantumu mencapai kemasyhuran, tak lagitidak? Yah, kalau kau yakinlebih baik GRYFFINDOR!”

Pertemuan dengan Hermione tidak terlalu menyenangkan pada awalnya. Hermione adalah anak perempuan kutu buku yang sok dan suka ikut campur. Harry dan Ron tidak menyukainya, sampai pada hari Halloween Hermione mendengar percakapan Ron dan Harry yang membuatnya menangis di toilet perempuan. Dan sialnya, hari itu ada troll yang masuk ke dalam kastil di waktu pesta Halloween, dan troll tersebut sedang menuju toilet perempuan. Harry dan Ron pun menyelamatkan Hermione dari troll tersebut. Ada kalimat yang saya sukai dalam peristiwa ini.

Tetapi sejak saat itu, Hermione Granger menjadi teman mereka. Ada hal-hal tertentu yang tak bisa dialami bersama tanpa kalian jadi saling menyukai, dan membuat pingsan troll gunung setinggi lebih dari tiga setengah meter adalah salah satunya.

Dan inilah awal dari petualangan dan persahabatan mereka bertiga.

Rowling dengan cepat membawa pembaca terhanyut dalam petualangan-petualangan lain. Membuat Harry menyaksikan pertumbuhan Norbert, naga Punggung Bersirip Norwegia yang langka, peliharaan Hagrid. Karena naga seharusnya tidak boleh dipelihara dia harus berusaha mengirimkan Norbert pada kakak Ron, Charlie, yang sedang belajar tentang naga di Rumania. Akibatnya adalah detensi bersama Hagrid masuk ke dalam Hutan Terlarang, yang jelas saja segera menjadi petualangan lain baginya. Harry menyaksikan bagaimana kematian unicorn dan diselamatkan oleh centaurus bernama Firenze.

Semua petualangan yang dialami Harry terpusat pada satu titik utama, yaitu tentang Batu Bertuah. Petualangan-petualangan dengan troll, naga, unicorn merupakan petunjuk adanya seseorang yang berniat mencuri Batu Bertuah itu. Dan melalui mata dan pikiran tiga orang anak berusia sebelas tahun, Rowling menggiring pembaca untuk percaya bahwa Snape-lah yang ingin mencuri Batu Bertuah.

Pendukung petualangan juga ada Cermin Tarsah yang ditemukan Harry secara tidak sengaja di sebuah ruang kelas tak terpakai. Cermin yang menampakan keluarganya, hal yang tentu saja sangat ingin dilihat Harry. Tapi ketika malam berikutnya Harry mengajak Ron untuk melihat keluarga Harry, yang dilihat Ron adalah dirinya sendiri menjadi Ketua Murid, memegang Piala Asrama dan Piala Quidditch. Meskipun tidak tahu apa artinya itu, Harry kembali lagi pada malam ketiga dan ketahuan oleh Dumbledore. Tapi Dumbledore bukanlah McGonagall yang suka mengurangi poin asrama atau memberikan detensi. Dia memberikan yang lebih berarti, yaitu pengajaran.

“Biar kujelaskan. Orang yang paling bahagia di dunia bisa menggunakan Cermin Tarsah seperti cermin biasa, yaitu, kalau dia memandang cermin itu dia hanya melihat dirinya seperti apa adanya. Apakah ini membantu?”

Harry berpikir. Kemudian dia berkata perlahan, “Cermin itu memperlihatkan kepada kita apa yang kita inginkan... apa saja yang kita inginkan...”

“Ya dan tidak,” kata Dumbledore pelan. “Cermin itu hanya menunjukkan hasrat hati kita yang paling mendalam. ... . Bagaimanapun juga, cermin ini tidak memberi kita baik pengetahuan maupun kebenaran. Banyak orang yang sudah tersia-sia di depan cermin ini, terpesona oleh apa yang mereka lihat, atau jadi gila karenanya, karena tak tahu apakah yang diperlihatkan cermin itu riil atau bahkan mungkin.”

Dan bahkan Dumbledore juga memberi sedikit petunjuk petualangan untuk Harry.

“Besok cermin ini akan dipindahkan ke tempat baru, Harry, dan aku memintamu agar tidak mencarinya lagi. Jika suatu kali nanti kau kebetulan melihatnya lagi, kau sudah siap. Tak ada gunanya memikirkan impian berlama-lama sampai lupa hidup, ingat itu. Nah sekarang bagaimana kalau kupakai lagi jubah istimewa itu dan pergi tidur?”

Dunia sihir sangat penting bagi Harry, mengingat kehidupan lamanya di keluarga Dursley sangat tidak menyenangkan. Oleh karena itu Harry berusaha mempertaruhkan apa pun demi kehidupan barunya. Yah, itu sebabnya Harry tampak seperti anak yang suka ikut campur seperti Hermione di awal cerita. Namun Harry beruntung memiliki teman-teman yang setia, meskipun Ron agak penakut dibandingkan dengan Harry dan Hermione, tapi setidaknya mereka pantas berada di asrama Gryffindor. Asrama yang dikenal berisi orang-orang pemberani.
“Apa boleh buat kalau begitu, kan?” kata Harry. Kedua temannya menatapnya. Wajah Harry pucat dan matanya berkilauan. “Aku akan ke sana malam ini dan aku akan berusaha mendapatkan batu itu lebih dulu.”

“Kau gila!” kata Ron.

“Jangan!” cegah Hermione. “Setelah McGonagall dan Snape mengancammu seperti itu? Kau akan dikeluarkan!”

“JADI KENAPA?” teriak Harry. “Tidak mengertikah kalian? Jika Snape berhasil mendapatkan batu itu, Voldemort akan kembali! Tidak pernahkah kalian dengar bagaimana keadaannya ketika dia mencoba merobohkannya, atau mengubahnya menjadi sekolah untuk Sihir Hitam! Kehilangan angka tidak berarti lagi, kalian paham? Apakah kalian pikir dia akan membiarkan kalian dan keluarga kalian hidup tenang jika Gryffindor memenangkan Piala Asrama? Kalau aku tertangkap sebelum mencapai tempat batu itu disimpan, yah, aku harus kembali ke keluarga Dursley dan menunggu Voldemort menemukanku di sana. Itu Cuma berarti aku menunda kematian sebentar, karena aku tak mau menyeberang ke Sihir Hitam! Aku akan menembus pintu jebakan malam ini dan apa pun yang kalian katakan, takkan bisa mencegahku! Voldemort membunuh orangtuaku, ingat?”

Dia mendelik menatap mereka.

“Kau betul, Harry,” kata Hermione pelan.

“Aku akan memakai Jubah Gaib,” kata Harry. “Untunglah jubah itu dikembalikankepadaku.”

“Tapi apa jubah itu bisa menyelubungi kita bertiga?” tanya Ron.

Dari percakapan ini, sebenarnya terlihat bahwa Harry telah siap mati untuk menghadapi Voldemort, Harry juga sudah memiliki firasat bahwa dia mempunyai hubungan khusus dengan Voldemort karena bekas lukanya selalu terasa berdenyut ketika Voldemort ada di dekatnya. Yah, tapi kepastian nasibnya tentu saja tidak diungkapkan begitu saja oleh Rowling. Itulah sebabnya dalam buku pertama tidak diungkapkan terlalu banyak mengenai hubungan khusus antara Harry dan Voldemort. Paling sebatas bulu phoenix dalam tongkat mereka berdua disebutkan berasal dari phoenix yang sama.

Saya mengutip beberapa dialog Dumbledore saat berduaan dengan Harry di sayap rumah sakit, tapi ebook saya yang kacau-balau ini tampaknya akan membuat beberapa perubahan dalam versi buku aslinya, karena saya terpaksa menyusun ulang beberapa kalimatnya.

 “Kata Voldemort, dia terpaksa membunuh ibu saya karena Ibu mencoba mencegahnya membunuh saya. Tetapi kenapa dia ingin membunuh saya?”

Dumbledore menghela napas dalam-dalam. “Sayang sekali, hal pertama yang kau tanyakan, tak bisa kujawab. Tidak hari ini. Tidak sekarang. Kau akan tahu, suatu hari nanti.. singkirkan dari pikiranmu untuk sementara, Harry.Kalau kau sudah lebih besar... aku tahu kau tidak senang mendengarnya... kalau kau sudah siap, kau akan tahu”

Harry tahu tak ada gunanya membantah.

“Tetapi kenapa Quirell tidak bisa menyentuh saya?”

"Ibumu meninggal karena berusaha menyelamatkanmu. Kalau ada satu hal yang tak bisa dimengerti Voldemort, itu adalah cinta. Dia tidak menyadari bahwa cinta sekuat cinta ibumu kepadamu, meniggalkan bekas. Bukan seperti bekas luka, bukan tanda yang kelihatan kecuali ada alasan kuat untuk dicintai begitu dalam, meskipun orang yang mencintai kita sudah tiada, akan memberi kita perlindungan itu ada di kulitmu. Quirell, yang penuh kebencian, keserakahan, ambisi, dan membagi jiwanya dengan Voldemort tidak bisa menyentuhmu karena alasan ini. Sungguh suatu penderitaan menyentuh orang yang dilindungi oleh sesuatu yang sangat baik.”

Hmm... adakalanya Harry bertemu Quirell di Leaky Cauldron dan bersalaman. Saya rasa saat itu Quirell belum merasakan kebencian, keserakahan, ambisi meskipun sudah membagi jiwanya dengan Voldemort. Saat itu adalah pertemuan yang tampaknya membuat Voldemort senang karena bertemu dengan musuh abadinya setelah sepuluh tahun menunggu, dan Harry tidak sedang memegang Batu Bertuah yang sangat diinginkan Voldemort. Yah, setidaknya itu sedikit analisis sotoy saya. Hehehe..

Gaya bahasa yang dipakai Rowling dalam Harry Potter sebenarnya sering terdengar sarkas. Berikut saya kutip contoh yang paling menarik menurut saya.
Albus Dumbledore tampaknya tidak menyadari bahwa dia baru saja tiba di jalan tempat segala sesuatu dari namanya sampai sepatunya tidak diinginkan.

Harry juga menjadi pemain quidditch termuda selama seabad ini, mengingat adanya peraturan yang melarang anak kelas satu bermain quidditch. Tapi saya tidak berniat membahas banyak tentang quidditch, karena hanya sedikit berhubungan dengan petualangan Batu Bertuah.

Nah, review ini sudah terlalu panjang untuk dilanjutkan, sebaiknya saya segera menyudahinya. #pakaijubahgaibteruskabur

2 comments:

  1. Wow, reviewnya panjang juga ya? Tapi setuju deh, sebenernya Harry Potter ini lebih baik direview secara keseluruhan. Tapi ada bagian2 yang kita suka/pengen tandai dari setiap buku kan ya? ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tspi lebih sering jadi bingung, mbak. Terlalu banyak yang ingin disampaikan di review dan akhirnya jadi spoiler. =))

      Delete